KABARBLORA.id BLORA- Menikmati suasana sore di kawasan Kridosono, dua siswi SMK Negeri 2 Blora, Juan Puspita Mirawati dan Refi Nur Astuti, berbagi kisah tentang hobi mereka yang tak biasa bagi anak muda seusia mereka, yaitu mendaki gunung. Berawal dari ajakan teman, kini mereka telah menaklukkan beberapa gunung di Indonesia dan semakin jatuh cinta pada keindahan alam.
Mendaki gunung bukan sesuatu yang lazim digeluti oleh remaja perempuan. Namun, bagi Juan dan Refi, aktivitas ini justru memberikan pengalaman seru dan tantangan tersendiri. Juan bercerita bahwa awalnya ia hanya sekadar ikut-ikutan teman yang lebih dulu aktif mendaki.
“Awalnya iseng saja, diajak teman yang suka naik gunung, akhirnya saya dan Refi mencoba. Lama-lama jadi ketagihan karena ternyata seru dan penuh tantangan,” ujar Juan. Jumat (7/02/25).
Refi pun mengakui bahwa pengalaman pertamanya mendaki membuatnya ingin terus menjelajah puncak-puncak lain. “Setiap gunung punya tantangan berbeda. Rasa capek terbayar saat sampai di puncak dan melihat keindahan alam dari atas,” katanya.
Sejauh ini, mereka telah mendaki beberapa gunung, seperti Argapura, Ungaran, Andong, dan Mongkrang. Dari semua gunung yang mereka jelajahi, Gunung Mongkrang meninggalkan kesan paling mendalam bagi Juan.
Treknya benar-benar ekstrem, banyak tangga curam, naik-turun yang sangat melelahkan, dan tanjakan hampir 90 derajat. Butuh tenaga ekstra untuk sampai ke puncak,” ungkapnya.
Namun, justru di situlah keseruannya. Mereka merasa tertantang dan semakin menikmati perjalanan mendaki.
Mendaki gunung membutuhkan persiapan fisik dan mental yang baik. Juan dan Refi tidak asal mendaki, mereka selalu melatih kondisi tubuh terlebih dahulu agar siap menghadapi perjalanan panjang dan medan yang berat.
Biasanya H-1 minggu atau tiga hari sebelumnya, kami mulai latihan lari, push-up, dan sit-up. Pulang sekolah, istirahat sebentar, lalu lanjut latihan di Kridosono,” jelas Juan.
Selain latihan fisik, persiapan logistik juga menjadi hal penting. Mereka harus memastikan bekal makanan, air, serta perlengkapan pendakian lainnya cukup untuk perjalanan mereka.
Mendaki gunung bukan tanpa risiko. Banyak tantangan yang harus mereka hadapi, mulai dari jalur terjal, cuaca yang tidak menentu, hingga keterbatasan logistik.
“Tantangan terbesar itu treknya yang berat dan logistik. Kalau kehabisan makanan atau air, biasanya kami meminta bantuan pendaki lain,” kata Refi.
Selain itu, ada juga kekhawatiran dari orang tua. Sebagai anak perempuan yang mendaki tanpa pendamping orang dewasa, awalnya mereka mendapat larangan dari keluarga.
“Orang tua pasti khawatir, takut terjadi sesuatu di perjalanan. Tapi setelah diberi pemahaman, mereka akhirnya mengizinkan dengan syarat kami harus hati-hati dan selalu memberi kabar,” ujar Juan.
Bagi Juan dan Refi, mendaki bukan sekadar hobi, tetapi juga memberikan banyak manfaat bagi kehidupan mereka. Selain menyehatkan tubuh, mendaki juga mengajarkan kedisiplinan, ketahanan mental, dan kepedulian terhadap alam.
“Kami jadi lebih sadar kalau dunia ini tidak hanya soal kota dan mal, tetapi juga ada alam yang harus kita jaga dan cintai,” pungkasnya.