KABARBLORA.ID – SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) Nakama Tempelmahbang, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora menggelar pelatihan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Selasa, 7 Oktober 2025.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Blora, Tutik dan Pak Aziz yang memberikan pembekalan terkait pentingnya penerapan keamanan pangan bagi para penjamah makanan.
Dalam kesempatan itu, Bu Tutik menjelaskan bahwa pelatihan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, mulai dari UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hingga PP No. 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
Ia menegaskan pentingnya perilaku higienis dalam kegiatan pengolahan makanan.
“Masuk dapur dan sebelum memegang bahan makanan harus cuci tangan untuk mengurangi resiko penyebaran bakteri,” ujarnya di hadapan peserta.
Tutik menjelaskan bahwa SLHS tidak dari OSS, namun dilakukan secara manual oleh dinas kesehatan.
“SLHS tidak dari OSS tapi dilakukan percepatan dibuat manual, dikeluarkan oleh dinas dan ditandatangani oleh kepala Dinkes. SLHS berlaku 3 tahun,” jelasnya.
Ia menambahkan, setiap SPPG wajib memiliki SLHS karena termasuk kategori Tempat Pengolahan Makanan (TPP) seperti jasa katering.
“SPPG termasuk jasa boga golongan B, melayani masyarakat lebih dari 750 porsi per hari,” katanya.
Lebih lanjut, Bu Tutik menjelaskan bahwa SLHS merupakan bukti tertulis keamanan pangan untuk pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan pangan olahan siap saji.
“Seluruh relawan dan pengurus SPPG harus punya sertifikat pelatihan SLHS karena termasuk penjamah makanan,” tegasnya.
Sementara itu, Pak Aziz dari Dinkes Blora turut memberikan materi mengenai pencemaran pangan dan penyakit bawaan pangan. Ia menyebut, persoalan utama keamanan pangan di Indonesia masih didominasi oleh rendahnya kondisi higiene dan sanitasi.
“Cemaran mikroba karena rendahnya kondisi higiene dan sanitasi, cemaran kimia akibat kondisi lingkungan yang tercemar limbah industri, serta penyalahgunaan bahan berbahaya seperti formalin dan rhodamin B,” papar Aziz.
Ia juga menyoroti penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas aman, seperti pemanis dan pengawet. Menurutnya, bakteri sangat mudah tumbuh di bahan makanan berprotein tinggi, terutama bila suhu penyimpanan tidak sesuai.
“Tingkat keasaman makanan juga berpengaruh. Semakin asam, bakteri sulit tumbuh, contohnya pada acar,” imbuhnya.
Selain cemaran biologi, Aziz mengingatkan bahaya cemaran kimia seperti pestisida dan racun alami pada bahan pangan.
“Racun jamur, singkong beracun, racun ikan buntal, jengkol, dan kentang (solanin) termasuk yang perlu diwaspadai,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahaya penggunaan kemasan pangan dari koran bekas atau plastik daur ulang.
Untuk mencegah risiko bahan kimia berbahaya, ia membagikan beberapa langkah sederhana.
“Mencuci bahan pangan dengan baik untuk diolah, mencuci sayuran dan buah-buahan dengan bersih, tidak menggunakan BTP, serta tidak memakai alat masak atau wadah yang dilapisi logam berat,” terang Aziz.
Ia juga menambahkan agar masyarakat tidak membungkus makanan dengan kertas atau plastik daur ulang, serta menghindari wadah dari sterofoam atau plastik yang tidak ramah pangan.